Tahun 1584.
Ilustrasi Raden Adipati Ario Aroengbinang beserta Istri (1930) sumber : KEBUMENKAB.go.id |
Tahun 1584.
Putri Pembayun melahirkan putranya, diberi nama Madusena, lahir di keraton Mataram. Oleh pengikut setia Ki Ageng Mangir, Madusena lalu dicuri dan disembunyikan dan dibesarkan di kademangan Karanglo.
Tahun 1605.
Ki Maduseno kawin dengan Dewi Majaji dan berputra KI BAGUS BADRANALA. Ki Bagus Badranala ini kemudian berguru kepada Ki Anjar Kyai Geseng di Gunung Geyong.
MATARAM JAMAN SULTAN AGUNG.
Tahun 1624.
Pada saat mempersiapkan Tentara Mataram menyerang Kompeni di Jayakarta/Batavia Ki Bagus Badranala diberi tugas membantu Ki Suwarno membeli bahan pangan dari penduduk setempat untuk persediaan makanan tentara Mataram.
Tahun 1627.
Lumbung pangan didirikan di Panjer.
Tahun 1628.
Ki Bagus Badranala diangkat sebagai prajurit pengawal pangan ke Jayakarta.
Ki Suwarno diangkat menjadi Bupati Pangan/Logistik di Panjer (Bertempat di kompleks bekas pabrik Sari Nabati/Nabati Yasa sekarang).
Upeti atau pajak yang harus masuk ke Mataram agar diwujudkan dalam bentuk bahan pangan untuk persediaan penyerangan berikutnya dan semuanya ditampung di Panjer.
Kabupaten yang sudah ada pada waktu itu.
1. Kabupaten Bocor.
2. Kabupaten Panjer Gunung,
3. Kabupaten Panjer Roma.
4. Kabupaten Kaliwiro.
5. Kabupaten Tunggara.
6. Kabupaten Banjar.
7. Kabupaten Kutowaringin.
8. Kabupaten Mandiraja.
9. Kabupaten Sigaluh.
10. Kabupaten Banyumas.
Tahun 1641.
Ki Bagus Badranala mengawal pangan ke Jayakarta/Batavia dalam rangka penyerangan yang ke II. Sesampai di sana ia diangkat menjadi Senapati Perang di sayap Hutan Kayu (Jayakarta Tenggara). Dan dapat menggempur benteng Solitude. HIngga menyebabkan Belanda mengalami banyak kekalahan. Kemudian lari dan masuk ke dalam Benteng Pendem (sekarang kompleks Masjid Istiqlal Jakarta). Dalam pengepungan ini tentara Mataram banyak yang terserang penyakit diare hebat lalu mundur.
Tahun 1642.
Panjer dijadikan Kabupaten Ketataprajaan, sejajar dengan Kabupaten Bocor.
- Ki Bagus Badranala ditempatkan di Roma.
- Bupati Suwarno ditempatkan di Gunung.
Kemudian dari Mataram timbul istilah Panjer Roma dan Panjer Gunung.
(Kanjengan Kabupaten Roma , sekarang menjadi Pasar Tumenggungan).
Tahun 1643.
Serombongan Kompeni Belanda mendarat di pantai Karanggadung, Petanahan dengan tujuan untuk menghancurkan lumbung pangan tentara Mataram di Panjer. Tentara Kompeni dapat dihalau oleh Ki Bagus Badranala, dibantu oleh Ki Nalapraya dan Anjar Kyai Geseng. Sehingga tentara Kompeni kembali ke kapalnya. Atas jasa-jasa, dari Mataram KI Bagus Badranala diangkat menjadi KI GEDE PANJER ROMA. Jadi Bupati Panjer Roma juga memiliki sebutan Ki Gede Panjer Roma ( ke I).
Tahun 1670.
Pangeran Bumidirja, pangeran dari Kerajaan Mataram lolos dari Praja Mataram. Berjalan kea rah barat hingga sampai di Panjer Roma yang pada waktu itu diperintah oleh KI GEDE PANJER ROMA II (Ki Hastrasuta yang merupakan putra Ki Gede Panjer Roma I yang nomor 2/ terhitung canggah dari Panembahan Senapati). Pangeran Bumidirja diterima oleh beliau dan diberi tanah disebelah utara Sungai Luk Ula dan menamakan dirinya Ki/Kyai Bumi.
Padepokannya kemudian terkenal dengan sebutan Ka Bumen. Sekarang dibekas padepokan tersebut didirikan Pendapa Rumah Dinas Bupati Kebumen (Kel. Bumirejo = Bumi kang Rejo).
Tahun 1677.
Trunajaya menduduki Keraton Mataram. Sunan Amangkurat Agung menyingkir ke barat dengan tujuan Kesultanan Cirebon untuk minta bantuan diikuti oleh Pangeran Puger, Pangeran Singosari dan KI Mertosono. Pada malam Selasa Kliwon tanggal 26 -06-1677 M, kebetulan kala itu hujan lebat. Rombongan Kanjeng Sunan sampai di rumah Ki Gede Panjer Roma III (Ki Kertawangsa), dan diterima dengan baik. Kanjeng Sunan menginginkan Air Kelapa muda untuk obat haus dan lelah. Tetapi oleh Ki Gede diberi kelapa tua. Waktu itu juga beliau menginginkan daging kelapanya. Sehingga Gede terus terang bahwa yang disajikan itu kelapa kering (aking). Tetapi Kanjeng Sunan tidak murka bahkan memuji Ki Gede atas kesaktiannya. Dengan air kelapa aking dapat menyembuhkan rasa sakit dan lelah bagi Kanjeng Sunan dan rombongan. Maka atas jasanya Ki Gede diangkat menjadi Adipati Panjer dengan gelar TUMENGGUNG KALAPAKING dari asal kata kelapa aking.
Pada bulan Aeptember 1677 akhirnya Sunan Mangkurat Agung wafat di desa Ciyoyom dan dimakamkan di Tegalarum.
Selanjutnya Pangeran Adipati Anom yang seharusnya menggantikan kedudukan beliau dan naik tahta di Mataram, justru bermaksud akan naik haji, sementara Pangeran Puger ditugaskan merebut kembali tahta Mataram dari tangan Trunajaya.
Tahun 1678.
Sekembalinya dari Cirebon, Pangeran Puger yang disertai oleh Pangeran Singosari, Mertosono dan Tumenggung Kalapaking I menyusun kekuatan di Panjer (dari 5 kabupaten). Para pemuda Panjer dilatih keprajuritan oleh 3 Pangeran dari Mataram tersebut. Tempat latihan di Kademangan Wawar desa Karang yang diperintah oleh Ki Warganaya. Desa Karang (tempat latihan) itu kemudian dibangun dan dijadikan Kota Diwewangun yang kelak kemudian berubah menjadi Kutowinangun seperti sekarang.
Pada bulan Juni tahun 1678 pasukan tentara Mataram berangkat dari Panjer bersama Pemuda Panjer yang dipimpin oleh Pangeran Puger, Pangeran singosari, Senopati Ki Mertosono, untuk merebut kembali tahta dari tangan Trunajaya dan berhasil. Akhirnya Trunajaya menyingkir ke Kediri.
Selanjutnya : Tanggal 25-11-1678 Pangeran Adipati Anom yang semula akan naik haji, kemudian diangkat oleh Kompeni Belanda menjadi Raja Mataram dengan sebutan Amangkurat Amral (dari kata Admiral). Sunan Amangkurat Amral dengan dibantu Kompeni dari Semarang mengejar Trunajaya sampai di Kediri. Dan tertangkap di Gunung Antang, mulai saat itu Kompeni resmi berkuasa di Mataram.
Setelah Sunan Amangkurat Amral bekerja sama dengan kompeni, banyak prajurit yang berasal dari Panjer tidak senang dan merasa tidak dapat bekerja sama. Akhirnya hamper separuh meninggalkan Mataram untuk kembali ke Panjer. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Tumenggung Kalapaking I untuk menaklukan daerah-daerah sekitar yang belum mau mengakui kekuasaan Panjer. Kemudian terbentuklah KESATUAN DAERAH PANJER.
Setelah berhasil, Tumenggung Kalapaking I lalu mengutamakan :
- Pembuatan saluran irigasi.
- Hutan yang berkelebihan lalu dicetak menjadi persawahan dan pemukiman.
- Mengangkat Demang, Panewu, Bekel yang baru.
- Banyak pedagang manca dari daerah lain berdatangan, kesemuanya ini dilaksanakan untuk kemakmuran rakyatnya.
Tumenggung Kalapaking I memerintah selama 33 tahun, kemudian diganti oleh Tumenggung Kalapaking II (Ki Mandingin).
Tahun 1833.
Tumenggung Arung Binang IV diangkat menjadi Bupati Kebumen oleh Kumpeni. Menempati rumah Katumenggungan Kalapaking V (sekarang kompleks Pasar Tumenggungan Kebumen). Tetapi tidak tahan/tidak kuat bertempat disitu. Maka dibangunlah rumah Kabupaten yang baru disebelah selatannya, sekarang kompleks RSUD dan ES BENING kini masuk desa Panjer.
Tetapi baru beberapa bulan ditempti, langsung dibumi hangus oleh KI Petut Gonowijoyo bekas senapati kepercayaan Tumenggung Kalapaking IV. Akhirnya Tumenggung Arung Binang IV menyingkir ke Kebejen Kutowinangun. Disitu beliau mendapat wangit agar membangun Kanjengan dibekas Padepokan Ki Bumi di desa Bumirejo. Maka dicarilah dukuh Kebumen oleh ulama dari Kedungrandu yang bernama Kyi Ngabdul Jalal. Dan Kanjengan itu kini menjadi Rumah Dinas Bupati Kebumen.
Tahun 1842 -1849. (Terjadi kekuasaan kembar)
Antara :
- Bupati Bupati Arung Binang IV yang berasal dari Sala dan
- Patihnya yaitu Tumenggung Kalapaking V (R.M Sudirso) dari Panjer.
Setelah 5 tahun Tumenggung Kalapaking V menjadi patih Tumenggung Arung Binang IV, beliau sangat patuh dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga mendapat kepercayaan dari Asisten Residen Belanda.
Dalam kesempatan ini ia sempat menyelundupkan 300 pucuk senjata api dan disimpan oleh Ki Tanurekso (Putra Petut Gonowijoyo). Karena kompeni kehilangan 300 pucuk senjata tersebut maka kepercayaan kepada Tumenggung Arung Binang IV berkurang. Sebaliknya kepercayaan kepada Tumenggung Kalapaking v semakin meningkat. Maka terjadilah KEKUASAAN KEMBAR. Hal ini berjalan 7 tahun, yakni antara tahun 1842 s.d 1849.
Agar tidak terjadi dualism kekuatan, maka atas saran Sunan Paku Buwana agar diselenggarakan pemilihan kepemimpinan antara Tumenggung Arung Binang IV dan Tumenggung Kalapaking V.
- Tumenggung Arung BInang V di Pendapa Kebumen.
- Tumenggung Kalapaking IV di alun-alun.
Ternyata hasilnya sebagai beerikut :
- Yang di Pendapa mendapat 16 orang.
- Yang di alun-alun banyak sekali pengikutnya.
Sehingga kemenangan ada dipihak Tumenggung Kalapaking V.
Beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam peristiwa ini.
- Demang Mertokondo ikut Tumenggung Arung Binang IV.
- Setelah kemenangan ada dipihak Tumenggung Kalapaking V, seharusnya yang menjadi Bupati adalah Tumenggung Kalapaking V. Setelah masuk kanjengan, ternyata kompeni menghianatinya. Tumenggung Kalapaking V hendak ditangkap akan tetapi dapat meloloskan diri dan terus berjuang melawan kompeni.
- Tumenggung Arung Binang IV tetap menjadi bupati.
- Sebagai symbol kekuasaan tunggal, maka ditebanglah POHON BERINGIN KEMBAR yang satunya yang berada di lun-alun.
- Tumenggung Kalapaking V terus mengadakan perlawanan terhadap kompeni Belanda dengan dibantu oleh Tumenggung Arung BInang IV secara sembunyi-sembunyi. Tetapi Demang Mertokondo menghianatinya, lalu “disumpahi” oleh kedua tumenggung itu. Akhirnya mati terbunuh, dan tubuhnya konon berbentuk bugel (mungkret), karena terkena kutukan dari kedua tumenggung tersebut. Kini makam Demang Mertokondo atau makam Si Bugel berada di Jetis, Kebumen.
Tahun 1849.
Akibat yang ditimbulkan oleh penangkapan Tumenggung Kalapking V oleh Belanda :
- Prajurit Tumenggung Kalapaking V biarpun lebih banyak tetapi kalah persenjataan (senjata tajam melawan senjata api).
- Belanda meminta bantuan ke Beneng Sumpiuh yang sudah dipersiapkan lebih dulu.
- Prajurit Tumenggung Kalapaking V mundur ke utara melewati Gunung Malang Kencana, melewati Gunung Tugel yang sempit. Setelah prajuritnya lewat semua, ditebaslah puncak Gunung Malang Kencana dengan keris saktinya. Gunung itupun akhirnya putus puncaknya (pogog) sehingga dikenal sebagai Gunung Pogog. Pada waktu itu Belanda sempat kehilangan 15 pucuk senjata api.
- Belanda minta agar Tumenggung Arung Binang IV turun tangan dalam peperang itu malam hari, tetapi tidak bersedia. Bahkan muslihatnya kemudian dikhianati oleh anak buahnya. Waktu itu Tumenggung Arung Binang IV mengutus Demang Mertokondo untuk berpura-pura menyelidiki pasukan Tumenggung Kalapaking V dengan isyarat sandi. Demang Mertokondo setelah keluar dari kanjengan lalu dibujuk rayu oleh kompeni, ia lalu menunjukan tempat persembunyin Tumenggung Kalapking V.
- Pasukan kompeni Belanda menyerbu ke utara. BAru dalam perjalanan sudah diketahui oleh prajurit Tumenggung Kalpaking V yang sedang berjaga (kemit), kemudian membunyikan kentongan dengan nada titir (sehingga kelak desa ini bernama desa kemitir). Tumenggung Kalapaking V beserta Ki Tanurekso lalu menyingkir (desa yang menjadi tempat persembunyian Ki Tanurekso kelak bernama desa Tanuraksan). Pasukan kompeni yang diiikuti Demang Mertokondo ini tidak berhasil. Demang Mertokondo tidak berani masuk ke kanjengan lagi, lalu ikut kepada Kompeni Belanda dan diberi pangkt Sersan.
- Setelah terjadi kekuasaan tunggal, dengan ditebangnya Pohon Beringin Kembar sebagai symbol atau lambing kekuasaan tunggal kabupaten Kebumen dengan Tumenggung Arung Binang IV sebagai Bupatinya, lalu melaksanakan peperangan lagi dengan pasukan Tumenggung Kalapaking V, yang sebetulnya hanya merupakan siasat dalam melawan kompeni Belanda, dengan kenyataan sebagai berikut :
a. Pasukan kompeni Belanda dibantu dari Benteng Sumpiuh dan Purworejo.
b. Pasukan Tumenggung Kalapaking v dibatu oleh pasukan Kabupaten Sigaluh, dengan rencana perlawanan yang berurutan atau bersambung (desa Karangsambung). Tenaga yang terkumpul 2000 orang.
c. Utusan Tumenggung Arung Binang IV dating menghadap Tumenggung Kalapaking V dengan menyerahkan bantuan uang untuk biaya perang.
Pada saat perang besar terjadi Belanda dipimpin oleh : Mayor Verbrag, Kapitan Arons, Kapitan Huster, Letnan Flissinger dan masih banyak opsir lainya.
Sedangkan dari pihak Tumengggung Kalapaking V dipimpin oleh : Tumenggung Kalapaking V sendiri, Ki Kertodrono (dari Sigaluh), RM. Dipodrono (dari Sigaluh) dll.
Setelah peperangan selesai.
- Ki Dipodrono gugur dalam peperangan.
- Mayor Verbrag, Kapitan Arons dan Huster serta Letnan FLissinger mati dan dari luka-lukanya tidk mengeluarkan darah. Ternyata dibunuh oleh Tumenggung Arung Binang IV yang menyamar menjadi prajurit Karangsambung dengan menggunakn tombak pusakanya yang berasal dari Bulupitu yakni Naracabala.
- Hari berikutnya opsir Belanda yang masih hidup melapor kepada Tumenggung Arung Binang IV tentang hasil peperangan.
- Tumenggung Arung Binang IV mengirim surat tertutup kepada Mayor Magilis yang datang di Kebumen yang isinya : Pasukan perang Tumenggung Kalapaking V terlalu kuat dan belum tentu dapat dikalahkan. Sebaiknya diadakan perdamaian dan perundingan dan Bupati Tumenggung Arung Binang IV sanggup menjadi juru penengahnya.
- Maka diadakanlah perundingan antara Tumenggung Kalapaking V dan pihak Kompeni Belanda di bekas Panjer Gunung. Selama perundingan, Mayor Magilis selalu menyebut-nyebut kata “baniare”, yang artinya tidak dimengerti. Akhirnya tempat itu menjadi desa Baniara.
Tahun 1870. (Hasil perundingan)
Tumenggung Kalapaking V sanggup berhenti berperang apabila kedua anaknya (laki-laki) dijadikan Bupati Pemegang Wilayah. Hasil itu disetujui oleh Gubernur Jenderal Belanda tahun 1875, tetapi tempatnya tidak di Kebumen dan tidak boleh lagi menggunakan nama Kalapaking.
- Pada tahun 1878 putra Tumenggung Kalapaking V yang bernama Ki Atmodipuro diangkat Bupati Banjarnegara, bergelar Tumenggung Jayanagara I.
- Putra yang lain yang bernama Ki Sukadis diangkat menjadi Bupati Karangnyar bergelar Tumenggung Kertanegara. Setelah pensiun digantikan oleh putranya bergelar Tumenggung Tirtakusuma.
Pada tanggal 1-1-1936 Kabupaten Karanganyar dihapus, lalu dijadikan satu dengan Kabupaten Kebumen. Itulah yang kemudian sampai saat sekarang menjadi Hari Jadi Kabupaten Kebumen (bukan Kota Kebumen, penulis) 1 JANUARI 1936.
Sumber : Sadiyo dalam Babad Panjer dan Babad Kebumen 2006.
Disunting dengan perubahan seperlunya oleh : agustbedhe’
11 komentar:
Fantastik Kang Bendhe..Saya sangat tertarik dengan naskah di atas. Mohon ijin ngeprint ya..
Boleh silahkan. Terimakasih juga atas kunjunganya.
Kang, tentang Kyai Ngabdul Jalal dari Kedungrandu apakah ada informasi yang lebih rinci? Karena bisa dimungkinkan adanya pertautan antara grumbul Kebumen (dimasa lalu, sekarang grumbul tsb lebih dikenal sebagai kedungrandu lebak) di Desa Kedungrandu sekitar 3km selatan kota PurwokertoKang, tentang Kyai Ngabdul Jalal dari Kedungrandu apakah ada informasi yang lebih rinci? Karena bisa dimungkinkan adanya pertautan antara grumbul Kebumen (dimasa lalu, sekarang grumbul tsb lebih dikenal sebagai kedungrandu lebak) di Desa Kedungrandu sekitar 3km selatan kota Purwokerto
sementara ini belum ada informasi ke sana Sedulur El. ..
Izin copy ya.. Terimakasih infonya
Mas Agus, apakah nama Ki Madusena putra Ki Ageng Mangir juga identik/sama dengan Ki Jawikromo Maduseno..? suwun
Mas mau nanya.
Kenapa apa peran pangeran bumidirja di Kebumen pada masa tumenggung kalapaking?
Dan kenapa pangeran bumidirja atau kya bumi merupakan cikal bakal kebumen.
Mohon pencerahannya 😊
terimakasih postingan yang sangat penting bagi wong Kebumen,,,anak cucu kita perlu mengetahui sejarah tempat kelahirannya
salam rahajeng salam sejaterah para sanak sadherek kula gadhah[KAGUNGAN] tilaran mbah buyud inggih punika[MENIKA] trah silsisah ingkang ungelipun trah silsilah eyang sepuh ki kertowirdjo keatas keatas wonten nami[ASMA] eyang sepuh djoyosentiko dumugi keatas wonten nami[ASMA] nami[ASMA] ingkang dipunmaksud kasebat nedha[NYUWUN] rencangan kangge[KAGEM] sambet balung[TOSAN]
Assalamualaikum.
Mas, mohon informasi tentang kisah RM Kartasuta (anak dari dari RM Badranala). Sepertinya tidak banyak kita ketahui tentang beliau?
Tksh mas.
@LONTAR ada no WA yg aktif om
Posting Komentar